M. Tanwin : “Tongin Fa Ngin, Jit Jong”, Semangat Persatuan Tionghoa–Melayu Menjadi Nafas Kemenangan Udin–Dessy
- account_circle Tim
- calendar_month Jum, 1 Agu 2025
- visibility 32
- comment 0 komentar

Pangkalpinang, Beritalintas.com — Dalam kancah politik lokal yang penuh dinamika, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang 2025, Prof. Saparudin dan Dessy Ayutrisna (Udin–Dessy), tidak hanya menawarkan program kerja dan janji pembangunan. Mereka hadir membawa nilai-nilai kultural mendalam yang hidup di tengah masyarakat multietnis Pangkalpinang. Salah satu nilai itu adalah semangat kebersamaan khas masyarakat Bangka: “tongin fa ngin, jit jong” — orang Tionghoa dan non-Tionghoa adalah satu, tidak bisa dipisahkan.
Ungkapan yang telah menjadi falsafah hidup orang Bangka ini kini menemukan ruang aktualisasinya dalam sosok Cece Dessy, calon wakil wali kota berdarah Tionghoa yang dipercaya mampu menjembatani seluruh elemen masyarakat.
“Tongin fa ngin, jit jong bukan sekadar slogan budaya. Ia adalah semangat persatuan, keterbukaan, dan gotong royong yang sudah mengakar di Bangka Belitung. Dan hari ini, semangat itu hidup dalam sosok Cece Dessy. Beliau adalah jembatan antara komunitas Tionghoa dan masyarakat Melayu, Jawa, Sunda, Batak, dan lainnya,” ungkap M Tanwin, Ketua DPW PKB Bangka Belitung, Jumat (1/8/2025).
Dalam politik, simbol memiliki kekuatan. Dan dalam Pilwako Pangkalpinang 2025, Cece Dessy bukan hanya simbol keterwakilan perempuan, tapi juga wajah baru dari politik yang merangkul, bukan memisahkan. Dengan latar belakang etnis Tionghoa yang dekat dengan masyarakat lintas budaya, Cece dianggap sebagai wujud nyata dari filosofi “tongin fa ngin, jit jong” yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Bangka.
Koalisi besar yang mengusung pasangan Udin–Dessy pun mencerminkan semangat yang sama. Tiga partai Islam moderat—PKB, PPP, dan PAN—telah resmi menyatukan langkah, bersama kekuatan nasionalis PDIP, Demokrat dan PKN, dalam barisan perjuangan yang tidak hanya berbicara politik, tetapi juga kebudayaan.
“Bersatunya PKB dengan latar NU, PAN dengan akar Muhammadiyah, dan PPP sebagai jembatan historis umat Islam, ditambah kekuatan PDI Perjuangan,Demokrat dan PKN yang solid, telah membentuk satu koalisi besar. Tapi yang membuat koalisi ini istimewa adalah semangat inklusifnya. Kita tidak hanya bicara kekuatan struktural, tapi juga kekuatan kultural: menyatukan yang berbeda, menghormati yang beragam,” ujar Tanwin saat di temui media.
Prof. Saparudin sebagai figur akademisi dan pemikir, dipadukan dengan Cece Dessy sebagai representasi perempuan Tionghoa yang muda dan enerjik, dinilai mencerminkan wajah ideal Pangkalpinang masa depan: maju, terbuka, dan bersatu dalam keberagaman.
“Hari ini masyarakat butuh pemimpin yang bisa menyatukan, bukan memecah. Dan itu kita temukan pada pasangan Udin–Dessy. Cece Dessy adalah manifestasi dari prinsip tongin fa ngin, jit jong — karena ia hidup dalam dua dunia yang selama ini menyatu secara kultural, tapi belum cukup terwakili secara politik,” ungkap Tanwin.
Di tengah kontestasi politik yang seringkali menonjolkan perbedaan, pasangan Udin–Dessy hadir membawa pesan kuat: bahwa persatuan bukan hanya bisa dijaga, tetapi juga bisa diperjuangkan melalui kekuasaan yang berkeadilan. Dalam bingkai Pilwako 2025, nilai “tongin fa ngin, jit jong” tidak lagi sekadar warisan budaya, tetapi menjadi arah gerak perjuangan politik yang inklusif.
Kini, dengan dukungan kuat dari umat Islam melalui ormas dan partai, dari kader nasionalis yang militan, serta dari masyarakat Tionghoa yang percaya pada representasinya di Cece Dessy, pasangan Udin–Dessy melangkah dengan keyakinan penuh. Bukan hanya untuk menang, tetapi untuk menyatukan Pangkalpinang dalam kebersamaan yang berakar, bukan artifisial.
Karena seperti yang diajarkan leluhur orang Bangka:
Tongin fa ngin, jit jong — satu tanah, satu darah, satu tujuan.(*)
- Penulis: Tim
- Editor: Idnas